Mimpi yang terjarah oleh pagi
Puisi Mimpi yang terjarah oleh pagi |
Aku masih duduk di
depan teh hangat yang asapnya mengembara ke langit
Manisnya adalah
kesempurnaan pagi pada akhir tahun ini
Kusesap demi sesap,
nikmatnya, senikmat-nikmatnya candu di muka bumi
Tehku masih setengah
kala perdebatan mulai merambah, sejumput narasi yang bereskalasi
Jejak-jejak mimpi yang
ku hidangkan tiap percakapan
adalah diam, makna interpretasi ketidakpercayaan
ku gugat runut
percakapan dahulu
bahwasanya aku ingin
bekerja tapi ibu tak memperbolehkannya
Omelan terus
bersenandung penuh penekanan
Pagi mulai tak
bergeming lagi
Nampaknya tertekan oleh
pesona diskusi yang menyayat hati
Oleh mimpi tak absolut
dari seorang sarjana muda
Tak direstui ibunda,
mungkin saja karna ekonomi yang tak memberi restu
Sebab strata satu saju
aku harus belajar dan terus bekerja
Mengusap keringat dan
mengoles segala luka oleh gesekan manis perjuangan
Apalagi untuk pasca
sarjana, jejak paling tidak mungkin menurut ibunda
Mimpi yang paling
mencekam
Adalah mimpi yang tak
dipercayai kesayangan
Sebab satu-satunya
tempat berpulang,
Telah menyemayamkan
masa depan yang tertata dengan begitu sopan
Harus bagaimana aku?
Jawab aku sang maha
agung?
Harus bagaimana aku?
Jawab aku pemilik
segala restu?
Rentetan ayat kitab suci
menjelaskan
Bahwa retorika paling
berkah
Adalah cakap dari surga
yang berada di telapak kakinya
Lantas harus bagaimana
aku? Surga itu meragukan mimpiku
Aku berpulang pada
mahligai fikiranku
Tempat paling nyaman
menumpahkan perih pada kelopak
Ku peluk bantal paling
erat ,menumpahkan tanpa sekat
Tersungkur di pelataran
ketidakpercayaan
Bahwa sosok kesayangan
adalah biang lala dari jatuhnya mimpi yang ku tinggikan
Dia menghampiri ke
mahligai fikiranku
Dengan resonansi penuh
getaran menyampaikan
“silahkan perbaiki
perasaanmu nak, ibu mendukungmu,
bukan ibu menolak
inginmu, silahkan mulai rencanamu, ibu memberi restu”
Aku menyembunyikan diam
di sudut pelupuk
Ku peluk sekali lagi
bantal paling erat, menumpahkan tanpa sekat
Seandainya ibu tau,
puncak segala pedihku
Bukan karna tak mampu
mewujudkannya, melainkannya bahwa sosok yang ku banggakan pada segala
percakapan, juga ikut tak mempercayaiku
Aku dikalahkan oleh
tangis yang kian khusyuk
Bahwa sosok
kepercayaan, telah menjarah habis mimpi yang terhimpun dalam fikiran
Kini aku dan mimpiku
adalah dua kemustahilan
Bahwa sebenarnya esensi
segala mimpi yang terpancar oleh kerelaan adalah untuk ibu seorang
Kelelahan
termarginalkan oleh segala ruang-ruang percakapan
Memutuskan membungkam
dengan prestasi
Menjawab keangkuhan
yang kerap mendiskreditkan segala fikiran
Dengan segala mimpi
yang terjarah habis oleh pagi ini
Baca juga : Puisi Ratapan kesedihan pagi
Masamba, Oktober 2021