Tampilkan postingan dengan label Puisi pagi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi pagi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 November 2021

Puisi Mimpi yang terjarah oleh pagi

Puisi Mimpi yang terjarah oleh pagi

 

Mimpi yang terjarah oleh pagi

 

Puisi Mimpi yang terjarah oleh pagi
Puisi Mimpi yang terjarah oleh pagi

Aku masih duduk di depan teh hangat yang asapnya mengembara ke langit

Manisnya adalah kesempurnaan pagi pada akhir tahun ini

Kusesap demi sesap, nikmatnya, senikmat-nikmatnya candu di muka bumi

Tehku masih setengah kala perdebatan mulai merambah, sejumput narasi yang bereskalasi

 

Jejak-jejak mimpi yang ku hidangkan tiap percakapan

adalah diam,  makna interpretasi ketidakpercayaan

ku gugat runut percakapan dahulu

bahwasanya aku ingin bekerja tapi ibu tak memperbolehkannya

 

Omelan terus bersenandung penuh penekanan

Pagi mulai tak bergeming lagi

Nampaknya tertekan oleh pesona diskusi yang menyayat hati

Oleh mimpi tak absolut dari seorang sarjana muda

 

Tak direstui ibunda, mungkin saja karna ekonomi yang tak memberi restu

Sebab strata satu saju aku harus belajar dan terus bekerja

Mengusap keringat dan mengoles segala luka oleh gesekan manis perjuangan

Apalagi untuk pasca sarjana, jejak paling tidak mungkin menurut ibunda

 

Mimpi yang paling mencekam

Adalah mimpi yang tak dipercayai kesayangan

Sebab satu-satunya tempat berpulang,

Telah menyemayamkan masa depan yang tertata dengan begitu sopan

 

Harus bagaimana aku?

Jawab aku sang maha agung?

Harus bagaimana aku?

Jawab aku pemilik segala restu?

 

Rentetan ayat kitab suci menjelaskan

Bahwa retorika paling berkah

Adalah cakap dari surga yang berada di telapak kakinya

Lantas harus bagaimana aku? Surga itu meragukan mimpiku

 

Aku berpulang pada mahligai fikiranku

Tempat paling nyaman menumpahkan perih pada kelopak

Ku peluk bantal paling erat ,menumpahkan tanpa sekat

Tersungkur di pelataran ketidakpercayaan

 

Bahwa sosok kesayangan adalah biang lala dari jatuhnya mimpi yang ku tinggikan

Dia menghampiri ke mahligai fikiranku

Dengan resonansi penuh getaran menyampaikan

“silahkan perbaiki perasaanmu nak, ibu mendukungmu,

bukan ibu menolak inginmu, silahkan mulai rencanamu, ibu memberi restu”

 

Aku menyembunyikan diam di sudut pelupuk

Ku peluk sekali lagi bantal paling erat, menumpahkan tanpa sekat

Seandainya ibu tau, puncak segala pedihku

Bukan karna tak mampu mewujudkannya, melainkannya bahwa sosok yang ku banggakan pada segala percakapan, juga ikut tak mempercayaiku

 

Aku dikalahkan oleh tangis yang kian khusyuk

Bahwa sosok kepercayaan, telah menjarah habis mimpi yang terhimpun dalam fikiran

Kini aku dan mimpiku adalah dua kemustahilan

Bahwa sebenarnya esensi segala mimpi yang terpancar oleh kerelaan adalah untuk ibu seorang

 

Kelelahan termarginalkan oleh segala ruang-ruang percakapan

Memutuskan membungkam dengan prestasi

Menjawab keangkuhan yang kerap mendiskreditkan segala fikiran

Dengan segala mimpi yang terjarah habis oleh pagi ini


Baca juga : Puisi Ratapan kesedihan pagi


Masamba, Oktober 2021