Pecemburu paling naif
Puisi cemburu tapi bukan siapa-siapa |
Aku
telah tenggelam dan mati sejak desember tahun lalu
Kala
kau memilih bersanding dengan pundak yang kau sebut bahagia
Di
sela-sela penginapan kau menyembunyikan dia dengan begitu indah
Layaknya
kopi yang menghitam menyembunyikan ampasnya
Aku
adalah pecemburu paling naif
Yang
lebih memilih pergi dan menepikan diri pada gelapnya perjalanan pulang
Melepaskan
kaki yang kau paku dengan harapan
Memilih
berdarah dan tertatih kala senyummu lebih lebar kala bercakap dengannya
Waktu
itu mati lampu terpelihara, aku datang dari rumah duka
Membuka
pintu penginapan melihat nestapa dalam
kegelapan
Pantas
saja langit sepi oleh bintang
Nampaknya
dia datang dan membawa luka
Rembulan
yang ku puja
bersanding cakap dengan bintang yang nampaknya lebih menunjukkan masa depan yang sejahtera
Kau
nampak nyaman berbicara dengan bintang berbaju batik lengan panjang itu
Merunut
masa-masa kala kau masih menyulam sutra bersama
Rupanya
kau masih merawat cerita kala dia masih menjadi kebanggaanmu
aku
terbaring di samping sosok perempuan hitam manis yang menjemputku dengan
segudang tanya?
Basa
basi paling basi menghidangkan segala cerita
Kau
datang menghampiriku dan mengarahkan kilau cahaya yang terpancar pada layar
handphonemu
Bersenda
dengan senyum
Dan
bersandar pada batu bata yang tersusun rapi membentuk rumah
Akankah
lelaki dengan baju batik itu adalah rumah yang kau rindukan kehangatannya?
Ataukah
ada rumah lain yang kau impikan?
Namun
pada akhirnya waktu bercerita denganku
Bahwa
rumah dengan desain yang kau impikan telah berhasil kau miliki
Sosok
yang kau sembunyikan di sudut-sudut kamar penginapan
Mulai
kau umbar kala aku memilih dia menjadi penggantimu
Masamba,
13 Oktober 2021