Banyak diantara kita yang belum mengetahui ternyata hukum diklasifikasikan menjadi dua yakni hukum perdata dan hukum pidana.
Hukum perdata dan hukum pidana |
Hukum Perdata
Hukum
perdata dikenal sebagai ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban individu
dengan badan hukum. Untuk pertama kalinya
istilah hukum perdata dikenal di Indonesia dalam bahasa Belanda yaitu Burgelijk Recht dan dialih bahasa
menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Hukum perdata lebih
populer dengan nama hukum private sebab lebih tendensi ke arah kepentingan
perseorangan.
Pengertian hukum perdata menurut para ahli :
- Menurut Prof. Sudikno, hukum perdata adalah keseluruhan peraturan yang mempelajari tentang individu yang satu dengan yang lainnya, baik dalam hubungan keluarga atau hubungan masyarakat luas.
- Menurut Sri Sudewi Masjchoen Sofwan, hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan warga perseorangan yang satu dengan yang lainnya.
- Menurut Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 9), hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan seseorang.
- Menurut C.S.T. Kansil, hukum perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan antar orang yang satu dengan yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingaan perseorangan.
Prof.
Subekti, S.H membagi hukum perdata dalam empat bagian yaitu sebagai berikut:
- Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
- Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu : perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan istri, hubungan orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
- Hukum Kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
- Hukum Waris, mengatur hal-hal mengenai tentang benda atau kekayaan seseorang jikalau ia meninggal.
Hukum Perdata Internasional
Hukum
perdata internasional atau Internatiole
Privaat Recht (Nederlandse) menurut
Prof. J.G. Sauveplanne merupakan keseluruhan aturan-aturan yang mengatur
hubungan-hubungan hukum perdata yang
mengandung elemen-elemen internasional dan hubungan-hubungan hukum yang
memiliki kaitan dengan negara-negara asing. Sementara itu, salah satu pakar
hukum yakni Sudargo Gautama menjelaskan Hukum Perdata internasional sebagai
suatu keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum
manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan
atau peristiwa antar warga negara pada
suatu waktu tertentu memperlihatkan
titik-titik pertalian dengan stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau
lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa tempat, pribadi, dan
soal-soal. Karena substansi dari Hukum Perdata Internasional adalah pergaulan
hidup masyarakat internasional, maka Hukum Perdata Internasional dapat juga
dikatakan Hukum Pergaulan Internasional.
Contoh
Hukum Perdata Internasional
Kasus
sengketa Merek Prada S.A dengan PT. manggala Putra Angkasa dalam Hukum Perdata
Internasional. Merek merupakan suatu identitas dari suatu produk yang tercipta
yang tentunya memiliki filosofi tersendiri yang mendasari eksistensinya. Permasalahan
Hak Kekayaan Intelektual khususnya bidang merek merupakan suatu permasalahan
yang terus akan berkembang mengikuti peradaban.
Terkhusus dalam kasus Prada S.A Italy sebagai pemilik merek, Prada S.A
menggugat PT. Manggala Putra Perkasa.
Penyelesaiannya
kemudian, dalam kasus ini pengadilan memutuskan peninjauan kembali No.274
PK/Pdt/2003 dinyatakan adalah sah milik Prada S.A sebagaimana yang terdapat
pada salah satu amar putusan peninjauan kembali No.274 PK/Pdt/2003.
Hukum Perdata di Indonesia
Hukum
perdata di Indonesia tidak lepas dari banyaknya pengaruh kekuatan politik
liberal di Belanda yang mencoba berupaya melakukan perubahan-perubahan yang
mendasar di dalam tata hukum kolonial, kebijakan ini dikenal dengan sebutan de bewiste rechtpolitiek. Berdasarkan asas
konkordinasi, maka kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi
kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia. Kodifikasi hukum mengenai Hukum
Perdata disahkan melalui Koninklijk
Besuit tanggal 10 April 1838 dengan Staatsblad 1838 dan melalui pengumuman
Gubernur jendral Hindia Belanda tanggal 3 Desember 1847, dinyatakan bahwa sejak
tanggal 1 Mei 1848 B.W berlaku di Indonesia.
Keberadaan
Hukum acara perdata yang merupakan warisan pemerintahan Hindia Belanda belum
mampu menjawab perkembangan kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis. Upaya untuk
menjawab kebutuhan masyarakat atas keberadaan hukum acara perdata telah dilakukan melalui pengaturan yang
tersebar di beberapa Undang-Undang
antara lain seperti UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan
UU No. 14 Tahun 1985 entang Mahkama Agung sebagaimana di ubah dengan UU No.5
Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan UU No.3 Tahun 2009.
Pengaturan
yang tersebar di banyak termpat di Indonesia berpotensi menimbulkan
inkonsistensi dalam penerapannya. Sehingga Mahkama Agung dengan kewenangannya
mebuat Peraturan Mahkama Agung (PERMA). Keberadaan PERMA diharapkan untuk
menjawab proses peradilan perdata yang tidak efektif.
Adapun
ruang lingkup pembaharuan hukum acara perdata harus memperhatikan tiga hal. Yakni
Filosofis, dimaksdukan untuk mengkaji
ulang relevansi konsep dasar dan asas-asas hukum perdata. Yuridis (normatif), dimaksudkan untuk mengevaluasi muatan dari
norma-norma atau kaidah hukum positif yang berlaku sekarang ini. Sosiologis, dimaksudkan agar lahirnya
suatu peraturan perundang-undangan baru
tidak mendapat tantangan dari masyarakat. Pembaharuan hukum acara perdata
memerlukan adanya rumusan-rumusan asas hukum acara perdata yang sesuai dengan
falsafah hidup bangsa Indonesia
Hukum Pidana
Prof.
Dr. W.L.G. Lemaire yang dikutip oleh Drs. P.A.F. lamintang, S.H. dalam bukunya
Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia (hal.2) mengemukakan, hukum pidana terdiri
dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang
(oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa
hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga
dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang
menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan
sesuatu) dan dalam keadaan keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan,
serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan
tersebut.
Dalam pengertian lain, Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan
tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman
pidana bagi barang siapa yang melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada
mereka yang telah melanggar larangan itu dapat
dikenakan sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan (Prof. Moeljatno,
S.H.). Adapun tujuan dari hukum pidana yakni:Membuat jera pelaku kejahatan, melindungi
kepentingan bersama, mencegah terjadinya konflik dst. Adapun contoh hukum
pidana seperti pembunuhan, pencurian,
penipuan, pemerkosaan, korupsi, dll.
Mengenai
fungsi hukum pidana, Sudarto membagi dua fungsi hukum pidana yaitu fungsi umum
dan khusus. Fungsi umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup bermasyarakat dan menyelenggarakan tata aturan dalam masyarakat. Sementara fungsi khusus
hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang
hendak mengganggunya, dengan sanksi berupa pidana yang sifatnya memaksa dan mengikat.
Baca
juga : Hukum Sebagai Sistem Integrasi dan Sistem Nilai
Demikianlah
ulasan mengenai hukum perdata, baik hukum perdata internasional maupun hukum
perdata di Indonesia, serta ulasan mengenai hukum pidana. Semoga bisa menjadi
referensi dan memberi manfaat untuk teman-teman pembaca.