Ratapan kesedihan pagi
Puisi Ratapan kesedihan pagi |
Seperti biasa,
Remeh-temeh kegalauan
menjemput mentari dari tidur lima jam semalam
Mengapa sangat susah
mengawetkan ingatan dalam tidur?
Apakah butuh formalin
untuk menaklukkan gusar yang enggan tergeser
Ataukah masih tak cukup
penat menantinya beranjak dari duduk paling ego yang kian nyaman?
Entahlah, mataku menolak
tertutup walau dingiangi kepasrahan
Dan sangat cepat
dibangunkan oleh kegundahan
Sungguh hari-hari ini
sangat berat rasanya
Hati begitu sesak dan
fikiran memilih sesat
Sebab bait-bait
keikhlasan masih sulit beradaptasi dengan puisi yang berjudul kerelaan
Aku memilihmu sebagai
telinga
Walau sebenarnya tata
letak perasaan menempatkanmu di sendu penuh sesak
Beberapa rembulan telah
terlewatkan dengan cerita yang sama
Mungkin saja kau telah
bosan dengan hidupku yang penuh drama
Tanggapi saja aku agar
keresahan ini tak begitu menjalar kuat di sela-sela pembicaraan kita
Sebab hanya kamu dan
Tuhan tempatku menumpahkan segala riuh keresahan
Yang begitu bising menguasai
nalar dan membunuh keindahan waktu
Sebab kini, secangkir
kopi tak lagi cukup menenangkanku dalam bising dilema yang tak berkesudahan
Mungkin saja dua
cangkir atau tiga cangkir,
Entahlah aku hanya
ingin bising ini mangkir
Sebab keruwetan telah
menulusuk pada tata krama pemikiran
Menjadi sosok antagonis
yang jahat yang menelantarkan sopan santun dalam berfikir
Resah kian riang dan
merusuh pada sebait kemurkaan tanpa koma
Menghancurkan segala
iktikad baik untuk berdamai dengan realita
Sebab menurutnya, ini
adalah kerumitan yang dirumit-rumitkan perasaan
Aku kian tenggelam
dalam celup sedih yang kian dalam
Memeluk keinginan
begitu erat
Mengelusnya dan
mengucap segala ketabahan di puncak kesabaran
Memungut remah-remah
air yang menetes pada retina
Menadah dengan suport
paling hebat dalam diri, bahwa ini adalah skenario yang akan menjadikanmu
manusia terkuat di bumi
Hari ini tepat 3x24 jam
aku berjalan menyisir segala ingatan yang menjarah ketenangan
Segala solusi telah ku
coba untuk penyembuhan dari sakit yang di vonis hebat oleh alam
Mulai kembali bersimpuh
mengarah kiblat, bercerita dengan kekasih, bahkan menyiapkan sesajen dengan
hidangan sajak-sajak kesedihan
Namun tetap saja aku
berkutat dalam pusaran lamunan dengan kegalauan super tinggi
Mungkin saja, sebentar
lagi aku beranjak dari kewarasan, dan menjadi orang gila berlandaskan patah
hati
Seandainya saja ada
dokter yang dapat mengambil fikiran yang diresahkan manusia
Maka aku siap membelah
kepalaku, membayar dengan mahal untuk menikmati gembira tanpa perlu berbagai
syarat
Sebab kini, tak ada
satu menitpun terlewati dengan warna-warni pelangi
Padahal tiap hari hujan
menetes di retina
Begitu awet di sertai
gemuruh yang begitu hebat
Baca juga : Puisi Awal november
Masamba, Oktober 2021
0 komentar: