Semesta dan kopi
Puisi semesta dan kopi |
Dalam sisian
jalan
Kaki kian
terengah-engah berjalan
Manapak pada
lumpur yang sangat pekat di rantauan
Terisak latah,
tersungkur tak akan nampak pula
Tersadar,
Bahwa hanya
ada beban yang menjadi teman dan penenang
Kopi bukan
lagi tetang seduhan,
Melainkan
keakraban pada pengap yang terasapkan
Linu
biang rapuh
Rapuh biang
ngeluh
Ngeluh menuntut
sembuh
Namun pilu
memilih liang di banding teguh
Semesta,
tahukah kau?
Suara yang
kerap menerima harmoni senandung resahku
Kini meronta
menuntut kepastian nadanya
Sebab katanya,
ada lirik yang lebih indah dibanding liriknya
Sebab katanya,
ada suara yang lebih peka atas harmoni yang
terangkai oleh jemariku
Semesta?aku kehabisan kopiku
Bisakah kau
putarkan suara terhangat itu?
Di salon
bloetooth, atau speaker hp pun tak apa
Sebab suara
itu masih menjadi semangat terhangat dan tongkat terhebatku
Palopo, 2022
0 komentar: